Pemerintah masih harus berjuang keras menggenjot program-program kesehatan untuk memenuhi target MDGs atau Millenium Development Goals. Misalnya untuk kasus kematian bayi baru lahir saja pencapaiannya masih belum memuaskan hingga saat ini. Apa sebabnya?
Hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2012 lalu menemukan bahwa angka kematian bayi di Indonesia saat ini adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup. Di antara angka ini, 19 per 1.000 terjadi pada masa neonatal sejak lahir sampai usia 28 hari. Padahal targetnya di tahun 2015 nanti angkanya harus turun menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup.
"Targetnya susah dicapai karena waktunya tinggal 3 tahun. Kita perlu layanan yang bisa menjangkau masyarakat luas, tapi daerah-daerah seperti Papua, Maluku, Sulawesi Tenggara ini masih kurang," terang dr Kirana Pritasari, Direktur Bia Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI dalam acara Seminar 'Peningkatan Kualitas Asuhan Neonatus dalam Pelayanan Kesehatan' di Crowne Plaza Hotel, Jakarta, rabu (27/2/2013).
Dr Kirana menjelaskan bahwa pemerintah sudah berupaya, tapi mau tidak mau, harus diakui bahwa untuk menjangkau daerah yang pelosok tidaklah mudah. Layanan listrik saja masih sulit menjangkau daerah tersebut, belum lagi transportasi dan masalah geografis lainnya.
Di era otonomi daerah, masalah kesehatan memang lebih banyak dibebankan pada pemerintah daerah setempat. Kementerian Kesehatan sudah memiliki kepanjangan tangan berupa Dinas Kesehatan yang tersebar di berbagai provinsi dan kabupaten. Namun apabila daerah merasa kesulitan, pemerintah pusat akan siap membantu.
Tak hanya di daerah pelosok, tenaga medis dan layanan kesehatan di Indonesia juga banyak yang berpusat di kota-kota besar di pulau Jawa. Padahal daerah lain di luar Jawa masih banyak yang membutuhkan pelayanan kesehatan, terutama mengenai penanganan persalinan dan kompilkasi bayi baru lahir.
"Dokter obgyn yang ada di Indonesia sekitar 2.700 orang, di Jakarta ada 700 dan Bandung ada 300. Di Jabodetabek mungkin bisa sekitar 1.000. Kalau di Jawa mungkin bisa sekitar 70 persen praktik di situ. Di Jakarta saja, satu rumah sakit ada 40 orang dokter. Sedangkan di Papua, satu provinsi saja mungkin tidak sampai 40 orang dokter," kata dr Ari Kusuma SpoG, Sekjen Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).
Sumber : detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar